Film ini mengangkat kehidupan
jalanan di kota besar. Muluk adalah tokoh utama sebagai pemuda Jakarta lulusan
sarjana manajemen yang sedang mencari kerja. Hari-harinya selalu disibukkan
berhalu-lalang untuk melamar pekerjaan. Sayang, berbekal ijazah sarjana manajemen
tidak mengantarkan kemudahan baginya untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Tempat satu ke tempat yang lain tidak juga memberinya
peluang emas. Hingga suatu hari Muluk berfikir untuk membuka usaha sendiri dan
menunjukkan kepada bapaknya sebuah buku yaitu mengeruk untungan dari berternak
cacing tanah. Bapaknya yang seorang haji membuatnya ragu untuk melanjutkan
usaha tersebut.
Pada suatu hari dia bertemu kembali
dengan seorang anak remaja yang ditemuinya dipasar tradisional yang ketahuan
olehnya mencopet. Remaja itu bernama Komet ketua dari pencopet pasar. Muluk
diperkenalkan dalam dunianya. Sekumpulan anak remaja itu kerjaannya adalah
mencopet mulai dari pasar tradisional, angkot, bahkan sampai tempat
perbelanjaan modern (mall). Muluk diizinkan untuk mengajukkan kerjasama. Muluk
mempresentasikan pengajuan kerjasama dengan bos pencopet. Bos itu tidak
keberatan dengan penawaran Muluk. Penghasilan para pencopet dipotong sepuluh
persen untuk membayarnya sebagai gantinya dia akan memberikan pelajaran untuk para
anak-anak yang sedari kecil tidak megenyam bangku sekolahan.
Dari perkenalannya yang tidak sengaja
Muluk mulai menyimpan hasil copet ke sebuah bank. Menyimpan uang hasil copetan
untuk modal usaha halal. Hari demi hari uang terkumpul dengan cepat, dia
mengajak temannya Samsul yang kerjaanya sehari-harinya adalah gaple di tempat
ronda padahal dia adalah seorang sarjana pendidikan. Muluk mengajaknya
kerjasama untuk mengajar anak-anak pencopet tersebut. Samsul kesulitan
mengajarkan semuanya dari awal, bahkan cara menulispun mereka tidak bisa dengan
baik. Bersama teman wanitanya Muluk mengizinkan untuk mengajarkan agama kepada
para pencopet tersebut.
Pendidikan adalah hal baru yang masuk
dalam kehidupan mereka. Tidak ada satu anak pun yang dapat menulis. Sehingga
Samsul mengajarkannya dari dasar, mulai dari belajar menulis alfabet. Semua
ilmu diajarkan mulai dari dasar. Awalnya mereka menentang sebagian waktu mereka
untuk belajar, karena hanya akan membuang waktu dan mengurangi penghasilan.
Dengan ilmu managemennya, Muluk dapat memberikan pengertian dalam mengatur
waktu antara mencopet dan belajar.
Seiring berjalannya waktu tidak semua
anak dapat menerima perubahan tersebut. Glen sapaan akrabnya merupakan salah
satu anak yang menentang hal tersebut. Dia tidak mau diatur ini itu. Glen anak
yang paling frontal menetang apa yang dilakukan Muluk dan teman-temannya.
Kebiasaanya anak tidak beraturan menjadi sebuah peraturan akan menyulitkan anak
untuk bergerak bebas. Salah satu perubahan tersebut ibarat hambatan untuk Glen
berkembang seperti biasa. Semua pencopet kesusahan untuk menyesuaikan dunia
barunya.
Ketiga tokoh pengangguran tersebut berusaha merubah kebiasaan buruk
mereka mulai dari belajar, mengubah pengertian mereka tentang pentingnya mandi,
diajarkan ilmu agama, menumbuhkan rasa nasionalisme, sampai berusaha merubah
mereka untuk mencari uang dengan proses yang halal. Perubahan budaya yang biasa
dilakukan ke suatu hal yang asing tidaklah mudah. Butuh proses dan pertentangan
diawal. Kehidupan sosial mereka yang awalnya hanya dengan teman pencopet
ditambah interaksi yang semakin sering dengan orang asing.
Muluk dan teman-teman tidak hanya
mengajarkan pendidikan dan ilmu agama saja, tujuan muluk adalah mengalihkan
pekerjaan haram mereka kesebuah usaha asongan. Disini hampir semua menentang
maksud Muluk. Alasannya sederhana mereka akan mendapatkan penghasilan yang
sangat sedikit dari pada mencopet. Mengangsong akan membutuhkan waktu yang lama
dan tenaga yang banyak untuk mendapatkan penghasilan seperti hari sebelumnya.
Pekerjaan mencopet bagi mereka adalah
hal yang mudah dan instan untuk mendapat penghasilan. Kebiasaan mereka sulit
untuk diubah menjadi seorang pengasong. Ketika peresmian peralihan pekerjaan
tidak ada satu anakpun yang antusias menyambut pekerjaan barunya. Ketika ini
pula, kedua orang tua mereka tahu pekerjaan haram yang dilakukan anaknya.
Pertentangan antara anak dan ayah tidak dapat dihindarkan lagi. Sehingga, mereka
memutuskan untuk mengakhiri kerjasama dengan anak-anak tersebut.
Kepergian ketiga pemuda tersebut hanya
beberapa anak yang mau beralih menjadi angsongan sedangkan yang lainnya tetap
menjadi pencopet seperti semula. Perubahan sosial dan budaya yang dialami
anak-anak pencopet tersebut tidak menyerap dengan baik. Sehingga, perubahan
hanya bersifat sementara dan akan kembali kesemula ketika faktor x yang membuat
perubahan hilang.
Lampung, 13/03/2018
heni setiana
Lampung, 13/03/2018
heni setiana
Komentar
Posting Komentar